SINOPSIS FIRST LOVE


SINOPSIS A LITTLE THING  CALLED LOVE
PART1


Adegan di mulai di sebuah pameran fotografi profesional. Sang fotografer sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya

. Tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar tak menangis lagi. Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik, “Tampan sekali, sayang sudah punya anak.”

Kemudian adegan berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam, seorang gadis berkulit gelap, berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga teman-temannya, Cheer, Nim dan Gie.



Saat perjalanan, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang cowok tampan melintas. Nam memperhatikannya dengan terpesona, apalagi saat cowok itu dengan baik hati memberikan jalan pada orang buta. Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam menggodanya, meski Nam mengelak tapi ia tak luput dari sasaran kejahilan teman-temannya.

Sepeninggal teman-temannya Nam tak langsung ke rumah. Ia menjemput seorang bule bernama James Bean. Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran murah untuk para turis backpacker yang ke Thailand.
Ibu Nam: “Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Nam: “Baik, aku masih dengan Cheer, Nim dan Gie.”
Ibu Nam: “Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam) menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya karena begitu melihat Nam.”
Nam yang kesal menarik kepangan rambut Pang, ibunya melerai dan menasihati, “Teman adalah teman, bukan masalah penampilan”
Pang, “Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung aku terlahir mirip dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam aku pasti takkan punya pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar. Ibunya memisahkan mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau mendengarnya. Nam, pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”


Saat Nam pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang cowok jatuh dari pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam mengendarai motor vespa sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam. Ternyata kaki cowok terpincang-pincang.
Nam terkejut dan menerima Mangga itu dengan hati berbunga-bunga. Namun kesenangan hatinya tak berlangsung lama ketika ia melihat cowok itu juga menawarkan Mangga yang dipetiknya pada cewek lain di jalan.


Keesokan harinya di sekolah, Nam, Cheer, Nim dan Gie menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang dengan jiwa pemimpin...”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam, kau cocok dengan pria yang berjiwa seni... Kira-kira siapa ya?”
Nam tak mempedulikan teman-temannya. Dari tadi matanya hanya memandang seorang cowok yang lucu dengan menempelkan stiker hitam di alisnya. Rupanya cowok tampan itu satu sekolah dengannya.


Di kelas Bahasa Inggris Bu Guru Inn, Nam dan teman-temannya terlihat sibuk mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan cowok tampan yang sedari tadi dilirik Nam.
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Nam membalas, Itu tidak benar.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn mengetahuinya dan menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re my inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.

Di tengah pelajaran Nam meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke toilet. Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.

Saat berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon yang rupanya mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di luar kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk jari agar Nam tak berisik. Nam tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di headsetnya.

Sejak saat itu, Nam yang sedang kasmaran mengikuti kemana Chon pergi. Ke tangga, ia pura-pura ada disitu sejak tadi. Ia juga menelusuri lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan Kepala Sekolah.

Begitu pun saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain bersama klub sepak bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila padanya. Termasuk Nam yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang bermain sepak bola, tiba-tiba seorang murid cewek memanggil Chon. Chon menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh murid kelihatan jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.

Di rumah, Nam mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan untuk Chon melirik padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja di Amerika bersama ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan yang jauh.
Pamannya memberitahu Nam, Pang dan Pim, ibu Nam kalau ayahnya bekerja menjadi asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta mengatakan kalau Ibu Nam dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga mengatakan, kalau di antara kalian ada yang mendapatkan ranking 1 maka ia akan mengirimkan tiket ke amerika.”
Nam dan Pang bersorak gembira.
“Tapi tiket kan mahal” ujar Pang menghilangkan kegembiraan Nam.
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
Nam memandangi foto ayahnya penuh tekad, “Lihat saja ayah, aku akan mendapatkan ranking 1!”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!

Istirahat sekolah, Nam yang hendak membeli minuman untuk teman-temannya mendapat gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding. Mereka bertengkar dan keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam semakin terpesona oleh Chon.

Rupanya Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang dinilai mereka sok pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang sekolah. Tadinya Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina ayahnya, “Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan piala nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.

Nam yang mendengar tentang perkelahian Chon, segera kembali ke sekolah. Namun saat kembali Chon dan yang lainnya sudah tak ada. Hanya ada sebuah kancing berlumuran darah yang terjatuh di lantai. Nam memungutnya.

Sesampainya di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan Chon untuknya di kulkas. Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di gelas Pepsi tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda yang diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur sambil membayangkan memeluk Chon.


Saat upacara sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil nama-nama yang disuruh ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon, temannya, Maew dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.

Saat di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi hukuman sabet rotan di pantat. Nam yang merasa menyesal menunggui Chon selesai menerima hukumannya. Chon diberi keringanan oleh gurunya karena berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon bertemu dengan Nam dan mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam. Nam memberi plester untuk luka Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam untuk mengucapkan terima kasih.

Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan berteriak heboh karena Chon tahu namanya.

Di Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa nongkrong sepulang sekolah, Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk menjadi pacar. Nam pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking 1. Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam?”
Nam merengut, “Aku serius. Sudah 5 tahun aku tak bertemu ayahku, aku ingin segera bertemu dengannya.”
Beberapa saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka sambil membawa sebuah buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu membicarakan bahwa buku itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan orang yang ia sukai. Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya di rumah Nam.

Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu tariklah garis dari bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama pria yang kau sukai.”

Cheer dan teman-temannya langsung ke jendela dan menarik nama masing-masing pujaan hati mereka, sementara Nam diam saja di kursi baca.
Nim, “Nam kau tak ikutan?”
Nam, “Aku tak percaya hal semacam itu. Buku itu tak masuk akal.”
Akhirnya setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati. (OSTnya enak dan pas)

Chon sedang bermain bola bersama teman-temannya hingga pelatih fotografi nya datang. Ia membawa poster tentang lomba fotografi yang akan diikuti oleh Chon. Ayahnya yang sedang beres-beres toko memandang Chon dari jauh.
Ayah Chon, “Dia selalu bermain sepak bola bersama teman-temannya tapi tak pernah mau ikut klub sepak bola sekolah”
Ibu Chon yang ternyata bule, “Biarkan saja. Dia bermain sepak bola untuk bersenang-senang, bukan untuk bertanding.”
Ayah Chon mengusap wajahnya, “Andai saja saat itu aku berhasil melakukan penalti...”
Ibu Chon menghela nafas, “Nah, lagi-lagi kau bicara seperti itu. Chon tak bermain serius bukan karenamu. Kalaupun ia trauma, suatu saat ia akan melewatinya. Lihat, orang yang nyata berdiri di depanku, sudah melewati hari yang buruk itu hingga bertahan sampai sekarang bukan?”
Ayah Chon tersenyum.

Pagi harinya di sekolah, Nam datang dengan penampilan baru. Ia memasang kawat gigi. Sementara Gie bilang ia aneh dengan kawat gigi tersebut, Nam bersikeras kalau kawat gigi itu kelihatan indah.
Cheer tak memperdulikan Nam, ia menatap Kai yang duduk jauh di depannya. Kemudian bergumam, “Makan... makan nasinya... yes! Dia makan nasinya!”
Nim meledek Cheer, “Tentu saja, karena dia memang sedang makan.”
“Apa yang sedang kalian lakukan?”tanya Gie heran.
Nim menunjukkan lagi buku 9 Metode Cinta...

Metode kedua (dari Maya):
“Pusatkan pikiranmu dan tataplah orang yang kau suka. Usahakan kau menguasai pikirannya, kemudian suruh ia melakukan sesuatu. Jika berhasil, maka ia pasangan jiwamu...”
Sebelum Nim selesai bicara, Nam sudah memandangi Chon. Sambil memusatkan pikirannya ia bergumam, “Menolehlah padaku... menolehlah padaku...”

Usaha Nam dilihat oleh teman Chon yang kemudian memanfaatkan keadaan itu untuk menyuruh Chon menoleh hingga bisa mencuri bakso milik Chon. Chon menoleh. Nam menjerit kecil, “Chon menoleh padaku!”
“Siapa yang menoleh, Nam?”tanya Cheer yang duduk disamping Nam.
Nam membetulkan kacamatanya gugup, “Tidak. Bukan siapa-siapa.”
“Kau mencoba menghipnotis Chon ya?”tanya Cheer curiga.
“Apa, kau gila?! Tentu saja tidak!”elak Nam. Meskipun akhirnya ia ketahuan juga berbohong.
“Lalu kenapa kau bilang buku ini tak masuk akal?”sindir Nim.
Nam tersipu, “Aku takut kalian akan meledekku...”
Cheer menepuk bahu Nam, “Tenang saja Nam...”
“...kami pasti akan meledekmu!” lanjut teman-temannya sambil tertawa.

Di tempat lain, Guru Inn sedang bahagia karena diberi sekotak telur asin oleh Guru Phol.
“Sepanjang perjalananmu kau pasti memikirkan aku karena membeli telur ini” ucap Guru Inn tersipu malu. Guru Phol hanya tersenyum.
Sepanjang jalan Guru Inn bernyanyi gembira dan memamerkan telur asin yang diberi Guru Phol, namun nyanyiannya terhenti ketika di kantor guru, masing-masing meja juga penuh dengan kotak telur asin dengan merek yang sama. Bahkan banyak yang lebih dari satu kotak.

Metode ke tiga (dari Skotlandia):
“Berikan sesuatu yang berlambang hati kepada pujaanmu”

Kali ini Nam dibantu teman-temannya hendak memberi Chon hadiah coklat berbentuk hati. Mereka menyingkirkan hadiah-hadiah lain yang ada di atas sepeda motor Chon dan menaruh kotak coklat Nam di atas sepeda motor.
Saat Chon mengambil hadiahnya, Nam dan kawan-kawan mengintip dari balik tembok. Dan, ups, rupanya karena kelamaan di atas sepeda motor Chon, coklat itu mencair dan mengotori sepeda motor Chon.
“Kita lupa satu hal,” ujar Cheer, “Negara kita negara Tropis.”
“Mangga?”tanya Gie heran pada Nam ketika Nam memutuskan untuk memberi Chon Mangga, “Orang lain memberi sapu tangan, bunga, dan yang lain sementara kau Mangga? Bagaimana bisa romantis.”


Saat mereka masih berdebat, rupanya sudah ada yang mendahului mereka. Faye, cewek tercantik satu sekolah menghampiri Chon dan memberinya kue mangga buatannya. Chon terlihat sangat senang dan berterima kasih.
“Dia manis, dan ibu rumah tangga yang baik di masa depan, bagaimana kita bisa bersaing dengannya?”ujar Gie lesu.
Nam mulai putus asa.


Saat ujian Bahasa Inggris berlangsung, rupanya Bu Guru Inn diundang oleh Guru Phol untuk makan malam di rumahnya. Guru Inn pura-pura sibuk dan berusaha menyempatkan diri untuk datang. Namun Guru Orn lewat dan mengkonfirmasi janji makan malamnya juga bersama Guru Phol di waktu yang sama. Guru Inn bertanya pada Guru Phol, “Malam ini bukan hanya kencan di antara kita saja?”
Guru Phol tertawa, “Tolong jangan sebut sebagai kencan. Malam ini aku sengaja mengundang guru-guru untuk makan malam bersama.”
Guru Inn cemberut. Ketika Nam menghampiri dan menyerahkan kertas ujiannya, Guru Inn yang masih terbawa emosi meremas kertas ujian Nam dan membuangnya. Saat tersadar, ia minta Nam menolongnya memungut kertas itu lagi.

“Aku punya ide” kata Cheer, “Chon harus mengantar Nam pulang. Ini akan jadi terlihat romantis.”
Nam dan yang lainnya setuju. Mereka mencari cara supaya Nam kelihatan butuh tumpangan. Cheer sampai membuang kunci motor milik Nim. Sayangnya mereka lagi-lagi kedahuluan Faye. Faye berjalan mendekati Chon dan pura-pura terkilir kakinya.
“Kue Mangga” Chon memanggil Faye, “Kenapa? Apa kau tak bisa berjalan?”
“Tak apa...” ucap Faye pura-pura, namun lagi-lagi ia memperlihatkan seolah-olah ia terkilir. Chon yang gentle menawarkan tumpangan pada Faye yang disambut senang hati. Faye tersenyum menang ke arah Nam.
“Ah, Dramatis sekali” sinis Gie.
“Apa ia lulusan sekolah akting?”sahut Cheer. Sementara Nam melongo tak percaya.

Tahun berikutnya....

Pang menemukan kertas yang isinya gambar Nam dan Chon kemudian mengadukannya pada Pim. Pim marah karena Nam sudah memikirkan pacaran, “Nam, bagaimana kamu mau bertemu ayahmu? Untuk hal ini, kamu harus lebih dewasa dulu. Sekarang kamu hanya harus fokus belajar!”

Pang meledek Nam. Dengan marah, Nam pergi ke atas atap.
Di atas atap Nam hanya melamun sambil mendengarkan musik sedih. Rupanya Pang yang merasa bersalah menelpon Cheer dan yang lain agar menghibur Nam. Mereka datang dan hendak mempraktekan buku 9 Metode Cinta.

Metode ketujuh *tahu-tahu sudah tujuh* (dari Gypsy):

“Cinta, berarti harus membangun diri sendiri. Gunakanlah kekuatan cinta agar kita bisa menjadi lebih pintar, lebih cantik dan lebih baik dari sebelumnya. Maka akhirnya si dia akan melihat ke kita.”

Sambil diiringi OST yang enak (?) Cheer dan yang lainnya melakukan segala macam perawatan pada tubuh Nam. Dari masker, lulur, sampai melumuri kulit Nam dengan kunyit.

Nam yang sudah selesai perawatan, bersama teman-temannya datang ke toko olahraga milik ayah Chon. Mereka ingin bertemu Chon dan memperlihatkan Nam. Tapi rupanya Chon sedang pergi. Nam sempat melihat artikel yang memberitakan kegagalan eksekusi pinalti ayah Chon. Saat hendak pulang, rupanya Chon datang. Ia menyapa Nam kemudian heran dengan perubahan kulit Nam. Rupanya ‘treatment’ khusus yang dilakukan Cheer dan yang lain justru membuat Nam terlihat kuning.
“Apa kau menderita sakit kuning?”tanya Chon sambil memeriksa suhu tubuh Nam.
Nam yang gugup menggeleng sambil berusaha tersenyum.
Saat itu lagi-lagi Faye datang, dan berpura-pura hendak membeli sekotak bola pingpong. Nam yang kesal menjatuhkan bola pingpong yang dipegangnya sehingga Faye terpeleset dan jatuh.

Di sekolah akan diadakan klub pentas seni. Klub drama guru Inn terlihat kosong dan tak ada yang mendaftar, sementara klub penari klasik milik Guru Orn penuh dengan peminat. Di antara peminat-peminatnya juga ada Nam cs.
“Nam, kau harus melepas kaca matamu” saran Cheer.
Nam melepas kacamatanya sambil cemberut, “Kurasa kita tak cocok sama sekali dengan konsep klub ini. Kulit putih, cantik, mirip china... semua yang dibutuhkan untuk kualitas penari klasik.”
“Nam benar,” Nim menimpali, “Setiap tahun Guru Orn hanya memilih yang cantik. Dan seluruh sekolah akan datang melihat mereka menari.”
“Tidak seperti klub drama, mereka semua jelek. Tak ada yang ingin melihat mereka perform” tambah Gie.
“Tapi kita harus mencobanya” sela Cheer, “Kita mungkin tak cantik, kulit putih dan mirip China, tapi kita indah dan berkulit gelap. Kita bakal jadi trend baru.”
Yang lain tertawa.


Chon lewat di dekat mereka dan menimbulkan kehebohan. Faye memanggil Chon dan bertanya klub mana Chon akan bergabung.
“Aku akan ikut klub fotografi” jawab Chon.
Faye tersenyum genit, “Kalau kau butuh model untuk fotomu, kau bisa memanggilku kapan saja...”
Cheer cs menatap Faye jijik.
Chon tersenyum, “Aku berminat memotret pemandangan bukan orang.”
Cheer cs menertawakan Faye. Tapi Faye tak menyerah, “Ah, Kak Chon bercanda.”
“Aku memang bercanda” jawab Chon menghilangkan tawa Cheer dan yang lain, “Sini biar kufoto.”
Faye memasang pose manisnya. Di foto kedua, Nam ikut-ikutan di belakang Faye.
“Jadi, kau sudah tak kuning lagi? Kau kelihatan lebih cerah” ujar Chon setelah memotret mereka berdua.
Nam mengangguk sambil tersenyum gugup. Faye kelihatan tak senang.
“Aku akan menanti penampilan kalian berdua saat festival” ucap Chon membuat Faye dan Nam tersipu malu.


“Lihat kan Nam, pada akhirnya Chon akan memakan umpan darimu. Kau hanya harus lebih cerah dan optimis” ujar Cheer.
“Menjadi lebih baik dan indah,” sahut Gie. Nam mengangguk sambil tersenyum.
“Kalau kau ragu soal keindahan, kenapa tidak pindah saja ke klub lain?”sindir Faye.
Nam cs emosi mendengar hinaan dari Faye hingga memulai pertengkaran. Membuat murid-murid lainnya yang mengantri terdorong ke depan. Guru Orn menyuruh murid-murid yang membuat masalah pergi dari barisan kecuali Faye dan temannya, Kwan. Ya, Guru Orn memang pemilih.

Faye, yang masih dendam pada Nam, meracik minuman dengan bumbu khusus. Ketika Nam lewat ia memanggilnya dan memberi minuman itu sebagai tanda maaf. Nam menerima minuman itu tanpa curiga sedikitpun. Namun sebelum meminumnya Pin, senior Nam yang sekelas dengan Chon menahan tangan Nam dan menyuruh Faye untuk mencoba minuman itu lebih dulu. Rupanya sedari tadi ia memperhatikan Faye.
“Kenapa kau tak mau minum?”tantang Pin.
Faye salah tingkah.
“Lain kali hati-hatilah jika kau tak mau meminum air dengan kecap ikan” nasihat Pin pada Nam, “Pergi dan buang minuman itu!”
Nam menurut. Sementara Pin kembali ke bangku Chon dan kawan-kawan sambil menceritakan perbuatan Faye, “Lihatlah tingkah gadis itu.”
Dan hilang sudah kesempatan Faye memikat hati Chon.

Guru Inn yang tak menemukan satu pun peminat akhirnya memutuskan menghampiri Nam cs yang baru didepak dari klub tari. Ia mengetes Nam cs dengan asal kemudian mengatakan bahwa mereka sudah diterima di klub drama. Dan mereka ditunggu di auditorium. Matanya lalu menangkap minuman Nam yang belum dibuang dan tanpa pikir panjang langsung meminumnya! Reaksinya seperti yang bisa dibayangkan. Ia hampir memuntahkan minumannya di depan Kepala Sekolah. Nam cs langsung mencegah Kepala Sekolah yang juga ingin meminum minuman itu.


Nam cs datang ke auditorium terlambat sehingga Guru Inn menghukum mereka tak boleh ikut drama. Dengan senang hati Nam cs menerima hukuman itu sampai Guru Inn langsung membatalkan hukumannya.
Cheer berusaha menjelaskan kalau mereka ingin ikut klub tari, namun belum selesai Cheer ngomong, Chon muncul juga di auditorium. Rupanya ia juga dipaksa ikut oleh Guru Inn. Nam menggunakan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan Chon dan setuju bergabung dengan klub drama.

Klub drama akan mementaskan Drama Bahasa Inggris Snow White dan karena Nam yang terbaik dalam pelajaran Bahasa Inggris, ia terpilih jadi Snow White. Chon? Dia terpilih jadi kelinci merangkap penata panggung.

Guru Inn kemudian mengajak Guru Phol dan Guru Orn untuk melihat hasil tata rias anak didiknya. Ia membual kalau anak didiknya mengerti tentang keindahan, namun ketika mereka sampai mereka dihadapkan oleh anak-anak drama yang berdandan kacau dan asal-asalan.
“Ini panggung drama atau panggung komedi Guru Inn?”sindir Guru Orn.

Hari menjelang gelap, latihan drama Nam usai. Ia pergi ke belakang panggung yang dipikirnya sepi orang. Ternyata ada Chon disitu dan mereka hanya berdua.
“Oh, kau sudah mau pulang?”tanya Chon yang sedang asik memotret.
Nam mengangguk. Matanya justru fokus pada buku 9 Metode Cinta di dekat Chon. Ia khawatir Chon berpikir macam-macam setelah melihat buku itu. Buru-buru ia ambil semua buku itu saat Chon sedang memotret hal lain. Kemudian sebuah kertas jatuh di dekat kaki mereka. Nomor telepon Chon!
Dengan sigap, Nam segera menutupi kertas itu dengan kakinya. Ia menyeretnya sepanjang pulang.
“Hati-hati ya...” ujar Chon yang tak sadar soal kertas itu. Ia lebih heran pada Nam yang berjalan terseret-seret padahal saat datang berjalan dengan normal.

Guru Inn diam-diam mematai Guru Orn yang mampu mendandani muridnya dengan sangat baik. Tak mau kalah akhirnya ia meminta bantuan Pin untuk menjadi ahli tata rias drama. Ia menyuruh Pin untuk mendandani Nam lebih dulu. Chon, dibelakang Nam, memberi isyarat pada Pin agar melakukan yang terbaik. Kemudian Nam mulai didandani oleh Pin.
Tak lama Nam berganti baju, ia muncul dan memukau teman-temannya. Nam terlihat lebih bersih dan cantik. Semua memuji keahlian Pin merubah Nam . Namun yang Nam harapkan adalah reaksi dari Chon. Dan Chon bilang, “Dia tampak sama. Snow White dengan kawat gigi.”
Jleb!
Besoknya Nam segera melepas kawat giginya.


Saat latihan drama, yang berperan sebagai Pangeran tiba-tiba terkena diare. Guru Inn memerintahkan Chon yang saat itu sedang melukis pohon untuk sementara mengganti peran Pangeran. Dan adegan yang diperankan adalah adegan Pangeran yang mencium Snow White agar bangun dari tidurnya. Nam menanti ciuman Chon dengan berdebar-debar. Sementara teman-temannya sudah heboh. Ia memejamkan mata. Namun saat ia membuka matanya lagi, sang Pangeran asli sudah kembali dari sakit diarenya dan bersiap mencium Nam.




Nam yang kaget karena saat membuka mata wajah Chon berubah, langsung lompat dari kasurnya. Karena panik ia tersandung ujung panggung dan mau jatuh. Beruntung tangan Chon menariknya dan menahannya agar tak jatuh. Chon langsung menarik Nam hingga ke pelukannya dan menegurnya, “Kau hampir mematahkan lehermu!”


Nam menunduk menyesal sementara hatinya berdebar tak karuan.

Malamnya Nam berusaha menelpon Chon dengan nomor yang baru ia dapat. Begitu tersambung langsung terdengar suara Chon. Namun belum selesai Chon bicara, Nam sudah menaruh telponnya lalu berteriak kegirangan. Saat ia kembali, Chon rupanya telah menutup teleponnya.


Hari pentas seni pun tiba. Seperti biasa, pertunjukkan tari Guru Orn mendapat sambutan hangat dari murid-murid sekolah. Semua memadati kursi penonton hanya untuk melihat Faye cs yang cantik menari. Sementara ketika pertunjukkan Drama Guru Inn, satu persatu murid meninggalkan bangku penonton. Hanya ada beberapa yang bertahan dengan tidak penuh minat.


Nam tak melihat Chon diantara penonton. Yang ada malah seorang cowok tampan yang tak ia kenal memandangnya dengan terpesona. Ia bermain drama dengan lesu. Sementara Chon ternyata baru dapat pengumuman kalau ia memenangkan lomba fotografi. Ia harus pergi untuk mengambil hadiahnya bersama Kepala Sekolah.


Di belakang panggung, Guru Inn memuji kinerja anak-anak didiknya. Ia bahkan berjanji akan mentraktir semua anak didiknya makan malam. Di meja Nam ada sebuah apel dan pesan di bawahnya. Untuk Snow White, saya sudah mencicipinya. Apelnya tak beracun. Nam memandangi Apel itu dengan senang.
“Dari siapa?”tanya Cheer tertawa geli karena melihat apelnya sudah digigit.
“Pasti dari Chon”ucap Nam senang.
“Mungkin dari anak itu” Nim menunjuk cowok yang berperan sebagai Pangeran yang sedang memakan apel, dan memandang Nam penuh minat.
“Euhh...” Nam geli. Sementara Cheer cs tertawa mengejeknya, “Pangeran kodok! Sungguh cocok dengan putri kodok!”


Malamya Nam melampiaskan kekesalan pada Tuan Kancing. Ia berpikir Chon pasti hanya memilih datang ke pertunjukkannya Faye dibanding dirinya. Ia lalu membuang Tuan Kancing meski kemudian ia memungutnya lagi dari tong sampah.


Keesokan harinya, Chon sedang asik mengobrol bersama teman-temannya ketika seorang cowok menepuk bahunya, “Hei, kau tak menyapa ayahmu ini anakku?” canda cowok itu.
Chon menoleh dan kaget. Ia langsung memeluk cowok itu dan mengenalkannya pada teman-temannya, “Ini Top, dia temanku sejak TK.”
Top rupanya langsung terkenal di kalangan gadis-gadis karena dia tampan (meski buatku Chon yang paling tampan) dan merebut popularitas Chon. Top lebih ramah, dan easy going. Ia menyapa semua gadis di jalan, sampai Chon menghentikan tingkah playboynya dan mengajaknya ke kantin.




Di kantin rupanya drama Snow White yang diperankan Nam diputar berulang-ulang kali. Semua tak ada yang mengenali bahwa Snow White disana adalah Nam, dan Nam yang kini lebih manis dan cantik langsung terkenal di kalangan cowok-cowok. Sementara Chon dan Top juga melihat Tv yang sama.
“Wah itu Snow White yang sedang diputar di TV. Dia manis. Apa dia sudah punya pacar?”tanya Top benar-benar terpesona dengan Nam.
“Sepertinya belum, tapi kurasa kau tak boleh mendekatinya”jawab Chon.
“Kenapa?”tanya Top heran.
“Bukannya dia terlalu muda untukmu?”
“Ah aku bahkan sudah biasa meminta no telepon anak kelas 5 SD,” ujar Top.


Chon, “????!”
Tahun berikutnya....



Chon dan Top bermain sepak bola seperti biasa, sampai Top menyuruh Chon melakukan tendangan pinalti. Chon tersinggung dan marah-marah karena Top selalu menyuruhnya melakukan pinalti. Top yang tahu trauma sahabatnya bertanya, “Kau masih belum pulih dari trauma mu itu? Ayahmu sendiri mungkin sudah lupa.”
Chon mengelak, “Bukan, karena terlalu mudah makanya tak kulakukan!”
Top ngalah, “Iya deh Cristiano Ronaldo....”
Di tengah jalan mereka dihentikan oleh cewek-cewek dari grup mayoret yang ingin foto bersama Top. Chon menawarkan dengan sukarela untuk memotret mereka. Namun baru gambar pertama, kedua cewek itu sudah bertengkar merebutkan posisi paling dekat dengan Top. Pertengkaran itu menarik perhatian siswa mayoret yang lain, mereka pun tawuran. Guru Inn datang melerai, sementara Top dan Chon kabur dari tempat itu.
“Hei, kau bisa membuat keadaan jadi seperti ini?” tanya Chon kagum. Top hanya mengangkat bahu.




Kedua Siswi itu akhirnya terluka karena pertengkaran barusan. Yang satu leher dan kakinya, yang satu lengannya. Mereka dipastikan takkan bisa memimpin grup mayoret. Kepala Sekolah akhirnya memutuskan akan berkonsultasi dengan Guru Orn. Guru Inn cemberut mendengar nama Guru Orn disebut. Tiba-tiba ia melihat raket melayang di belakangnya. Rupanya Nam dan kawan-kawan melempar raket untuk bisa mengambil cock yang tersangkut (Nam sekarang sudah jauh lebih cantik, bersih dan putih, rambutnya juga panjang). Guru Inn langsung dapat ide.


Guru Inn menghampiri Nam dan Cheer yang sedang istirahat. Ia memuji-muji Nam, “Nam, seumur hidupku aku tak pernah melihat orang sesempurna, sebaik dan secantik kamu...”
Nam yang tahu Guru Inn dulu bahkan pernah menghinanya sebagai si kulit hitam berkata, “Guru, katakan saja langsung, apa yang kau ingin aku lakukan?”
Guru Inn pun meminta secara langsung supaya Nam menjadi pemimpin Mayoret sekolah untuk Festival Olahraga kota. Nam tadinya mau menolak karena festivalnya tinggal 2 minggu lagi, dan ia sama sekali tak ada persiapan, namun Guru Inn memohon-mohon pada Nam.


Dalam latihan pertama, Nam bahkan tak bisa menangkap tongkat mayoretnya sama sekali. Ia melemparnya sangat tinggi sehingga seluruh murid-murid pada berlarian karena takut tertimpa.


Nam putus asa. Ia merasa tak mungkin bisa melakukan lemparan tongkat mayoret. Cheer cs menyemangatinya. Cheer membacakan metode terakhir dalam buku 9 Metode Cinta yang sesuai keadaan Nam saat ini.
Metode terakhir *ini juga tahu-tahu sudah terakhir*:
“Jika kamu ingin melakukan sesuatu karena cinta maka lakukanlah habis-habisan dan dengan sepenuh hati, maka dia akan datang padamu.”
Nam menghela nafas. Ia merasa tak percaya diri. Nim memegangi bahunya dan menyemangati, “Hey, Nam.. kamu sudah sampai sejauh ini... (selama lebih dari 2 tahun jatuh cinta pada orang yg sama) dan berjuang sekuat tenaga. Kamu kali ini tak hanya menjadi pemimpin mayoret sekolah kita, tapi menjadi perwakilan provinsi. Berjuanglah Nam...”
Nam akhirnya berlatih siang-sore-malam di lapangan. Bahkan ketika lapangannya sedang dipake Chon dan Top cs untuk bermain sepak bola, Nam masih berlatih. Hal itu menarik perhatian Top yang jadi tak konsentrasi bermain bola dan membuat Chon kesal lalu menyeretnya, “Lagi-lagi kau melirik gadis-gadis!”


Guru Inn sedang meyakinkan Kepala Sekolah bahwa grup mayoretnya akan menjadi yang terbaik. Ia bahkan memuji-muji Nam yang akan menjadi pemimpin grup mayoret. Baru selesai memuji, tiba-tiba terdengar teriakan Nam.
“Awas Guru!”
Dan tongkat mayoret melayang ke arah mereka berdua. Nam segera berlari mengambil tongkat tersebut sambil minta maaf.
“Jangan bilang kalau dia yang akan jadi pemimpin Mayoret sekolah ini...” kata Kepala Sekolah. Guru Inn mencoba meyakinkan kalau kegagalan Nam tadi adalah yang pertama. Belum selesai Guru Inn ngomong, tiba-tiba sebuah benda bergulir di depan mereka. Rupanya Nam baru saja mematahkan kepala tongkat mayoretnya hingga rusak.
“Ganti dia, atau kau yang akan kuganti”ujar Kepala sekolah pada Guru Inn sambil berjalan pergi.
Guru Inn panik, “Tapi Festivalnya tinggal seminggu lagi!”
Nam mengintip dari balik pohon dengan perasaan bersalah.



Faye dan Kwan sedang berjalan sambil membicarakan soal Guru Inn yang keras kepala mempertahankan Nam, “Aku heran kenapa ia tak memilih kita yang cantik dan berbakat, Guru Inn begitu mengerikan, setiap siswanya juga mengerikan. Untung kita tak berada di kelasnya, kita mungkin takkan populer seperti sekarang.”
Nam yang mendengar perkataannya Faye marah, ia berniat akan melabrak Faye namun ditahan teman-temannya, “Kenapa kau membicarakan Guru Inn seperti itu?!”
“Pada kenyataannya seperti itu” jawab Faye santai.
“Dasar wajah serangga!” ledek Kwan, mereka lalu kabur.
Nam emosi, “Aku akan membuktikan pada mereka bahwa Guru Inn bukan orang yang mengerikan!”
Ia pun berlatih lagi dengan menggunakan sapu, sebagai pengganti tongkat mayoretnya yang rusak. Ia masih belum berhasil.

Malamnya, Chon dan Top sedang dalam pertandingan percobaan, dan Nam juga berada disitu untuk latihan. Ayah Chon dan temannya juga datang untuk melihat latihan anaknya. Saat pertandingan, timnya Top dan Chon mendapat giliran penalti. Saat Top mau melakukan eksekusi, Chon menahan Top. Rupanya ia mau mencoba melakukan penalti. Ayah Chon yang melihat gelagat anaknya memutuskan ingin pergi dari tempat itu karena takut, namun ditahan temannya. Top memberi kesempatan pada Chon.


Tendangan pinalti Chon membentur tiang gawang. Chon depresi. Kata-kata hinaan Ding tentang ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya. Ayahnya pun tak kuat melihatnya dan berniat segera pergi, namun temannya masih tertarik untuk melihat dan menahan ayah Chon. Top menepuk bahu Chon dengan senyum. Temannya yang bermain di tim lawan memberinya kesempatan kedua, “Yang tadi hanya pemanasan.”
“Mana ada aturan seperti itu...”kata Chon kesal.
“Ada” kata Top dan kawan-kawannya.
“Terlebih lagi aku belum meniup peluit”sahut Guru Phol. Chon tersenyum senang. Ia mencoba melakukan tendangan lagi.




Goal! Chon disambut histeria teman-temannya. Ayahnya juga sangat senang, dan pergi dengan lega dari tempat itu. Semua menyoraki Chon termasuk Nam yang ikut tersenyum senang untuk Chon. Chon akhirnya menerima tawaran Guru Phol untuk menjadi pemain tetap di Klub Sepak bola Sekolah. Teman-temannya senang, namun pandangan mata Chon menatap penuh arti ke arah Nam yang berdiri di samping bangku penonton. Nam tersenyum sambil menatap tongkat mayoretnya.


Di kamar Nam memandangi Tuan Kancing, “Aku mengerti”ucapnya penuh senyum keyakinan. Nam lalu berlatih siang, malam, seminggu tanpa henti. Dan latihannya akhirnya membuahkan hasil. Dia sudah mampu menangkap tongkat mayoretnya. Di sekolah Guru Inn senang dengan perkembangan Nam. Ia membanggakan Nam di depan Guru Phol dan Guru Orn. Guru Phol memberikan aplause, sementara Guru Orn terlihat tak senang.
Hari Festival tiba. Nam dengan pakaian leader mayoretnya terlihat sangat cantik, mereka berparade keliling kota. Ia juga ditonton oleh Pang dan Ibunya.
“Bagaimana, apakah kakakmu terlihat cantik seperti ibu?” tanya Pim.
“Yang benar saja! Kakak lebih cantik dari pada Ibu!”jawab Pang. Pim memeluk Pang sambil tersenyum senang.




Chon dan Top juga ikut menonton parade. Chon sibuk memotret Nam, sementara Top memandangi Nam dengan terpesona, “Aku takkan mau pindah kemana-mana lagi...”
Chon menggerutu, “Aku selalu mendengar hal yang sama darimu terus!”

Hari Valentine. Popularitas Nam langsung meningkat sejak Festival. Semua cowok tergila-gila padanya. Ia mendapatkan banyak coklat dan hadiah valentine.
“Padahal Valentine tahun lalu dia masih berkulit gelap” ujar Cheer geli. Tapi Nam kelihatan tak bersemangat. Gie menanyakan keadaannya.
“Dia menunggu satu-satunya pria, justru ia tak datang” ucap Cheer. Siapa lagi kalau bukan Chon.
Nim tiba-tiba berseru heboh. Rupanya Chon datang.



Ia membawa pohon mawar putih yang masih ada akarnya. Cheer cs mendorong Nam yang terlalu nervous untuk keluar. Hatinya dag-dig-dug, apalagi Chon tersenyum manis ke arahnya. Namun senyum Nam harus hilang ketika Chon mengatakan hanya mengantarkan mawar dari temannya. Nam memandang punggung Chon yang pergi dengan hati kecewa.


Di kamar Nam masih melihat pohon mawar itu dengan sedih. Saat ia memutuskan untuk belajar, secarik kertas terjatuh dari bukunya. Sebuah surat, Nam, sampai bertemu jam empat di depan tangga sekolah. Ada yang ingin kukatakan padamu. Nam tersenyum. Harapannya bangkit lagi.


Nam menunggu di depan tangga sekolah dengan berdebar-debar. Apalagi ketika ia melihat sekolah sudah mulai sepi, dan Chon datang ke arahnya. Chon tersenyum dan memanggil namanya, “Nam...”


“Rupanya kau datang...”tiba-tiba Top berdiri di antara mereka. Nam terkejut. Ia meremas kertas di tangannya.
“Kak Top yang memberiku surat ini?”tanya Nam takut.
Top mengangguk, “Ya, surat itu milikku.”
“A... ada yang ingin kau bicarakan padaku?”
Top memandang Nam penuh senyum, “Maukah kau menjadi pacarku Nam?”
Nam terkejut. Ia tak mengharapkan Top yang mengatakannya. Matanya beralih ke Chon, “Ka Chon ingin mengatakan sesuatu padaku?”
Chon berjalan ke arah Top dan Nam sambil tersenyum, “Ah, aku hanya ingin bertanya kenapa kau masih ada disini. Tapi pertanyaanku sudah terjawab...”
Chon menepuk bahu Top kemudian pergi. Nam menatap kepergiannya dengan tak percaya.
“Jadi jawabannya apa Nam? Jika kau diam saja aku akan menganggap kau oke dengan itu”ujar Top.
Nam membeku.


“Hah?! Top?!”seru Cheer cs dengan tak percaya. Nam mengangguk lesu.
“Bagaimana bisa?”tanya Cheer, “Lalu, Chon hanya mengatakan itu?”
Nam mengangguk lagi.
“Lalu apa jawabanmu pada Top, Nam?”tanya Nim.
“Aku tak menjawab. Apa yang harus kulakukan Cheer...?”keluh Nam.
“Kau harus menunggu dan melihat. Top adalah sahabat baik Chon, jika kau melakukan sesuatu tanpa pertimbangan maka Chon pasti akan marah padamu...”




Nam sedang jalan-jalan di siang hari ketika motor Top berhenti di dekatnya. Top mengajak Nam untuk pergi bersamanya. Tadinya Nam menolak, namun ketika Top mengatakan kalau hari ini adalah hari pertandingan pertama Chon, Nam langsung ingin ikut. Di pertandingan Chon yang kelelahan menghampiri bangku Nam dan meminta air, Top tak punya karena baru ia berikan pada Nam. Nam akhirnya memberi punyanya. Chon meminum air pemberian Nam dan menyiram wajahnya. Nam melihatnya dengan terpesona. Pertandingan hari itu, Chon menang.




Nam pulang bersama Chon dan Top. Ia dibonceng oleh Top, sementara Chon mengendarainya sendiri. Mereka mengendarai motor sambil saling mengobrol. Suara hati Nam saat itu, Kau tahu Tuan Kancing? Aku ingin berada di belakang Chon, di sepeda motornya...

0 komentar:

Posting Komentar